Pages

Wednesday, January 13, 2010

"sarapan pagi"

Pesan asatidzah dari Indonesia
1. Tsabat. Pemantapan ruhiyah seorang daí adalah kunci keberhasilan dakwah. Dan kesempatan yang diperoleh ketika melanjutkan studi di luar negri adalah salah satu peluang emas yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Hal ini sangat dibutuhkan ketika tuntutan dakwah mengharuskan kita berada posisi lebih tinggi, ketika ruhiyah kita semakin menipis maka saat itu pula akan tergelincir! Banyak kasus yang telah terjadi, afala ta’qiluun??
Mendapatkan kualitas ruhiyah adalah hal mudah, namun mempertahankannya merupakan sebuah ujian.

2. Dzikrullah. Dengan mengencangkan sholat berjamaáh, menambah target tilawah harian, qiyamullail dan sebagainya.

3. Shodaqoh. Kisah seorang ihwah yang senantiasa berusaha menyisihkan 10 % setiap penghasilan yang dia peroleh. Ketika dia memulai dari penghasilan terkecil, kemudian dari kecil tersebut berkembang menjadi pohon yang berbuah setiap saat.

Kisah kedua, by ust. Muslih. Ada orang kaya yang sedang bangkrut, kemudian mengadu kepada Kyai. Kyai tersebut bertanya, pernah bersedekah? ”belum”, kata orang tersebut. Kemudian dia mengamalkan nasehat kyai tersebut. Dan ketika sudah tercukupi kekayaannya bahkan berlipat ganda, orang tersebut mendatangi kyainya dulu. Dan ditanya, bagaimana keadanmu? "Alhamdulillah lebih baik pak kyai". apa kuncinya?"Saya hanya mengamalkan nasehat ustadz dulu!"
(tapi ternyata keadaan ustadz tersebut tidak jauh lebih baik dari orang itu) pertanyaanya, Apakah ustadz tersebut sudah rajin sedekah? Hahahahaha…..

4. Jangan terpecah belah. Realita kondisi muslimin terkini. Antara organisasi dakwah yang saling sikut, saling tuding, takfir, dan lain sebagainya. Padahal Rasulullah menegaskan bahwa itu adalah benih Jahiliyah yang akan menghancurkan.
Allah berfirman; wa laa tanaza’u fa tafsyaluu wa tadzhaba riihukum….!
Dan saat ini ayat tersebut telah terbukti!maka solusi untuk mengembalikan kejayaan Islam; persatuan!
Muslimin sering bersatu dalam suatu kesempatan, namun ketika kembali ke rumah kembali kepada permusuhan. Bersatu dalam demo menentang karikatur nabi, namun ketika sampai rumah kembali mempermasalahkan perbedaan fiqih!

5. Sabar. Seringkali kesabaran mendatangkan banyak kebaikan, dan sebaliknya ketidaksabaran (isti’jal, tergesa-gesa) hanya akan menghancurkan segalanya.
Tidak boleh reaktif dalam menghadapi permasalahan dakwah. Tapi yang harus diusung setiap saat adalah sikap aktif! Perhatikan perbedaannya. Reaktif hanya akan membawa kita untuk sibuk menjawab segala permasalahan, dan stagnan dalam bergerak. Namun sikap aktif akan menjadikan kita sebagai problems setter!

6. Ikhlas. Kata ringan yang sulit dipraktikan. Dan berapa banyak ketidakikhlasan hanya mendatangkan kerusakan amal.

lain kali disambung lagi ya.. :)

Tuesday, January 12, 2010

antara Kamboja, Thailand dan Indonesia

hari ini, Selasa 12 Januari 2010, digelar hajatan terakhir dari rangkaian penyelenggaraan Asian Games 2009 for Faculty of Islamic Call Student; pertandingan final cabang sepak bola antara Thailand (yang sebelumnya mengkandaskan Indonesia 2:1 lewat dua gol keberuntungan) dan Kamboja (setelah berhasil "mencukur" Turkistan 5:1!).

ada yang menarik dari cabang olahraga paling bergengsi ini, sebuah tradisi unik yang turun temurun sampai saat ini. begini ceritanya, sejak dahulu, kesebelasan Merah-Putih jarang sekali mencatatkan kemenangan atas Thailand (terhitung baru sekali semenjak kedatangan saya), begitupula Thailand yang tidak pernah menang sekalipun atas Kamboja, dan begitu juga tim Kamboja yang baru sekali saja berhasil mengalahkan Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun terakhir!sebuah lingkaran kekuatan sepakbola yang sekali lagi, sangat unik.

dan memang beginilah "hukumnya", gelar jawara sepakbola untuk daerah Asia hanya dipegang ketiga negara tersebut secara bergiliran. Thailand (2006), Indonesia (2007), Kamboja (2008,2009). negara lain? hanya menjadi penggembira tahunan.

Monday, January 11, 2010

tidak banyak yang berubah!

tidak banyak yang berubah. suasana masjid malam ini seperti suasana malam setahun , dua atau bahkan tiga tahun yang lalu. pada saat seperti ini, kuantitas jamaáh Isya' bertambah sedikit demi sedikit, dari hari ke hari. tidak ada yang bisa memaksa mahasiswa Faculty of Islamic Call untuk menorobos hawa dingin malam ini, menapaki 1 km jalanan area kampus kecuali satu hal; ujian yang semakin dekat!

dan gaya tiap-tiap mahasiswa pun belum berubah. mahasiswa Pakistan yang selalu menganyunkan badan mereka kedepan-belakang, kanan-kiri, persis seperti ayam yang mematuk bekatul, mahasiswa China yang membentuk satu-dua kelompok kecil untuk belajar bareng, mahasiswa Afrika yang mondar-mandir sambil komat-kamit mengahafal perkata setiap diktat, atau orang Indonesia yang lebih suka 'mojok' berdua sambil sesekali terdengar cekikikan karena pasti yang dibahas bukan mata kuliah melainkan nggosip hal-hal yang sangat tidak penting sama sekali untuk dibicarakan. tidak banyak yang berubah.

dan aku, masih dengan 'gaya tahunanku'; berselempangkan semangat '45, berjalan tegap memanggul beberapa buku tebal bertuliskan Arab gundhul, berduel dengan dingin yang kian menusuk, berjuang mati-matian untuk melahap materi ujian dalam satu malam!, sungguh perbuatan yang konyol!

tidak banyak yang berubah. meskipun putaran sejarah selalu terulang tiap tahun. meskipun setiap orang tahu setiap akibat yang akan ditanggung. meskipun setiap orang akan merasakan letih yang sangat. tetapi tetap saja, tidak banyak yang berubah dari aktifitas para mahasiswa ketika menghadapi ujiannya.

Tuesday, January 5, 2010

Fatih Güler: Penyair Bisu Turki Meraih Penghargaan Sastra Internasional


Eramuslim.Ia, lelaki yang tak memiliki kemampuan untuk berbicara, juga tak memiliki pengendalian yang utuh atas sendi-sendi tubuhnya. Ia lelaki cacat, yang hidup dalam kebisuan dan kesunyian. Baginya, tak ada kawan hidup yang lebih mengerti dan membahagiakan kecuali kesunyian itu sendiri, ditengah kebisuan dan kecacatan indera dan tubuhnya.

Meski demikian, ia tak lantas menyerah di hadapan kecamuk dan amuk hidup. Kebisuan bukan alasan untuk tidak bersyukur, berusaha, dan memiliki prestasi. Lelaki itu pun belajar untuk bisa membaca dan menulis, hingga ia mampu menulis beberapa buku kumpulan puisi. Hebatnya, baru-baru ini ia dinobatkan sebagai peraih penghargaan sastra internasional.

Tokoh utama dari kisah patriotik ini adalah seorang pemuda Turki, bernama Fatih Güler. Ia rajin merenung dan menulis, di tengah kesendirian dan kesunyian hidupnya. Tulisan-tulisannya menjelma dalam puisi-puisi yang sarat makna, begitu dalam, indah, juga menyentuh dan menggugah.

Baru-baru ini, Güler didapuk sebagai peraih "Çubuk Medal", sebuah penghargaan sastra bergengsi dan berkelas internasional, yang para calon pemenangnya pun merupakan jajaran sastrawan dan penyair besar dari Turki, Slovakia, Azerbaijan, Albania, China, dan beberapa negara lainnya.

Pasca penobatannya, Jum'at (1/1) kemarin Güler diwawancarai oleh kanal televisi Arab MBC I. Saat menjawab pertanyaan pun, Gular menulisnya lewat komputer. "Saya menyambut baik serta mengucapkan terimakasih kepada anda semua. Saya sampaikan salam kehormatan, kemuliaan, dan cinta kepada saudara-saudara saya dalam kemanusiaan di dunia Arab," tulisnya.

Ia lalu melanjutkan, bahwa "sangatlah picik dan mustahil rasanya ketika seorang manusia melarikan diri dari takdir buruk yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Selayaknya dia berusaha, untuk bisa merubah takdir tersebut menjadi lebih baik."

Güler sendiri mulai menderita lumpuh dan bisu ketika usianya beranjak lima tahun. Tapi Gular gemar berfikir dan merenung, dan ia tuangkan hasil renungan dan pemikirannya itu lewat bait-bait puisi. Hingga saat ini, khazanah susastra Turki telah menyimpan kurang lebih 135 kumpulan puisi Gular. Banyak dari puisi-puisi Gular yang dibacakan di beberapa kanal televisi dan radio, baik di Turki atau di belahan dunia lainnya.

Sang penyair Güler, yang kini berusia 32 tahun dan dilahirkan di bilangan Kars, Turki, belajar membaca dan menulis secara otodidak, dibantu oleh kedua orang tuanya yang dengan sepenuh hati terus menjaga dan memperhatikannya. Hal ini pulalah yang menjadikan Güler memiliki kepercayaan diri dan kekuatan lebih untuk terus hidup, serta lebih menonjol dari kawan-kawannya. (A. Ginanjar Sya'ban)